Senin, 03 November 2014

Pengaruh Sistem Pemerintahan Suatu Negara Terhadap Negara Lain



Pengaruh Sistem Pemerintahan Suatu Negara Terhadap Negara Lain
30 April 2012 Tinggalkan komentar
Dalam perkembangan ketatanegaraan bangsa-bangsa di dunia, hampir semua terpengaruh oleh perkembangan teori dan praktik sistem ketatanegaraan lain. Namun hal tersebut disesuaikan dengan kondisi bangsanya yang berpengaruh pada sistem pemerintahan.
Penerapan sistem pemerintahan suatu negara biasanya dikaitkan lagi dengan hubungan diplomatik dan stabilitas keamanan negara dan kawasannya. Misalnya, hubungan negara Indonesia dengan negara lain ketika masa pemerintahan Presiden Soekarno berbeda dengan masa pemerintahan Presiden Soeharto. Hal itu berbeda pula dengan masa pemerintahan Presiden Habibie, K.H. Abdurrahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono, dan contoh lain, negara yang menganut sistem parlementer adalah Inggris. Sistem pemerintahan di Inggris mempengaruhi sistem pemerintahan di negara jajahannya. Inggris mempunyai banyak daerah jajahan yang sudah merdeka (bernegara sendiri) dengan sistem pemerintahan mengikuti sistem pemerintahan parlementer Inggris, baik bentuk negara itu republik ataupun kerajaan. Negara jajahan Inggris yang ikut menerapkan sistem pemerintahan parlementer antara lain sebagai berikut.
No
Republik/Presidensial
Republik/Parlemen
Monarki
1.
Irlandia
Singapura
Kanada
2.
Pakistan
Malta
Jamaika
3.
Trinidad dan Tobago
Malawi
Barbados
4.
Dominika
Afrika Selatan
Grenada
5.
Guyana
Liberia
Malaysia
Negara Amerika Serikat pun memiliki pengaruh yang besar terhadap negara-negara lain terutama dalam menerapkan sistem negara demokrasi. Sistem pemerintahannya dianut oleh Filipina, Korea Selatan, atau kebanyakan negara di belahan dunia barat.
Namun, pertumbuhan demokrasi kerakyatan dalam sistem pemerintahan di Uni Soviet berbeda dengan pemerintahan Amerika Serikat. Pada sistem pemerintahan Uni Soviet diakui adanya satu partai komunis dalam masyarakat yang semula terjadi ketegangan antara golongan komunis dan antikomunis.
Begitu pula di negara-negara Eropa Timur, secara resmi terdapat sistem multipartai. Akan tetapi, kedudukan dan peranan partai komunis sangat dominan. Hal ini disebabkan pada masa Perang Dunia II terjadi perlawanan atas pendudukan Nazi Jerman. Setelah Nazi Jerman ditundukkan, pasukan Tentara Merah dari Uni Soviet mengambil alih kekuasaan sehingga kelompok komunis minoritas merebut puncak pimpinan dan kekuasaan pemerintahan. Selanjutnya, pemerintahan Soviet dan Eropa Timur tumbuh ke bentuk sosialis yang ditiru hingga sekarang. Negara-negara yang menerapkan sistem sosialis selain Uni Republik Sosialis Soviet, Cekoslowakia, Hongaria, Bulgaria, Albania atau Rumania.
Demikian aneka ragamnya sistem republik/presidensial dan parlementer di berbagai negara. Namun, tidak ada suatu sistem pun yang cukup sempurna. Masing-masing mempunyai kebaikan dan kelemahan masing-masing.
Dalam sistem parlementer, penyesuaian paham dan usaha menyejajarkan garis politik antara legislatif dan eksekutif lebih mudah dicapai. Jika timbul konflik pendapat dan policy, maka dengan suatu mosi tidak percaya badan perwakilan dapat menggulingkan pemerintah. Kemudian, timbullah pemerintahan yang baru yang lebih mendekati pendirian dan kebijaksanaan perwakilan rakyat.
Krisis semacam itu tidak terdapat dalam sistem presidensial di Amerika Serikat karena di Amerika Serikat perwakilan rakyat tidak dapat menggulingkan eksekutif (Presiden), walaupun garis politiknya tidak sama. Presiden di Amerika Serikat hanya dapat dituntut karena beberapa delik yang berat, misalnya pengkhianatan. Sebagai pihak yang menggugat Presiden adalah House of Representative, sedangkan yang mengadili adalah Senat. Bila terbukti bersalah Presiden bisa dipecat. Suatu keberatan dalam sistem presidensial di Amerika Serikat adalah harus dicarikan kompromi antara legislatif dan eksekutif. Benar bahwa sistem check and balances menghadapi kekuasaan yang terlalu besar dari salah satu organ pemerintahan, dan sistem ini sangat menyulitkan untuk mengambil keputusan.
Kekuasaan badan eksekutif senantiasa terancam digulingkan oleh badan perwakilan rakyat sehingga dengan tiba-tiba gagasan dan usaha-usaha pemerintah yang sedang berjalan terpaksa berhenti. Setiap negara yang menerapkan sistem presidensial dan parlementer, selain banyak dipengaruhi oleh penjajahan (Inggris, Belanda, Spanyol, atau Portugis), politik, dan demokrasi (Amerika Serikat), juga dipengaruhi dari UUD-nya. Hal itu karena latar belakang budaya masyarakatnya yang berbeda satu dengan negara lainnya.

Pengaruh Sistem Pemerintahan Satu Negara Terhadap Negara Lain

Sistem pemerintahan suatu Negara akan mempunyai dampak positif dan negative terhadap Negara lain. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memudahkan adanya hubungan suatu Negara dengan Negara. Oleh karena itu, perkembangna perubahan dan gejolak dunia merupakan dal yang harus terus diikuti dengan seksama agar secara dini mampu memperkirakan terjadinya masalah yang dapat mempengaruhi system pemerintahan. Pengaruh globalisasi yang tidak mengenal batas Negara, memudahkan suatu Negara mempengaruhi dan dipengaruhi Negara lain. Salah satu contoh pengaruh system pemerintahan Negara Indonesia terhadap Negara lain adalah masalah kewarganegaraan. Masalah kewarganegaraan sering mengakibatkan hubungan suatu Negara dengan Negara lain menjadi renggang. Selain itu, banyak permasalahan antarnegara yang mempengruhi system pemerintahan.


DEMOKRASI YANG PERNAH ADA DI INDONESIA

Written By Wahyu Hilmi on Minggu, 30 Desember 2012 | 20.43

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhy1UC6hhJlWkU88fu4yiYYYbyMiGC7LkFWESyymhC1B0dwF_Ohg0YxZXW24Ot4cQoJJOKm9oLVWoWXj6Jn2fDTeyqEkPbfqkA0bF8BI-XG3iB1TxuKulJO6FJzqYtQInX3nli3K3u-8gc/s200/Indoneisa+bersatu.jpg


DEMOKRASI YANG PERNAH ADA DI INDONESIA


Indonesia termasuk negara yang mengalami pasang-surut demokrasi, maksudnya demokrasi yang silih berganti. Hampir setiap pergantian kepala negara, selalu saja demokrasinya berganti. Masalah pokok yang dihadapi ialah bagaimana demokrasi mewujudkan dirinya dalam berbagai sisi kehidupan berbangsa dan bernegara.Tercatat sudah 4 kali Indonesia berganti-ganti demokrasi, bahkan sudah beberapa kali pula kabinet silih berganti. Demokrasi yang pernah dilaksanakan di Indonesia adalah:



1.    DEMOKRASI LIBERAL                               (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)

2.    DEMOKRASI TERPIMPIN                           (5 Juli 1959 – 11 Maret 1966)

3.    DEMOKRASI PANCASILA ORDE BARU   (Maret 1966 – 21 Mei 1998)

4.    DEMOKRASI REFORMASI                            (21 Mei 1998 - Sekarang)


DEMOKRASI LIBERAL (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)


Demokrasi yang dipakai adalah demokrasi parlementer atau demokrasi liberal. Demokrasi pada masa itu telah dinilai gagal dalam menjamin stabilitas politik. Ketegangan politik demokrasi liberal atau parlementer disebabkan hal-hal sebagai berikut:

1.    Dominanya politik aliran maksudnya partai politik yang sangat mementingkan kelompok atau alirannya sendiri dari pada mengutamakan kepentingan bangsa

2.    Landasan sosial ekonomi rakyat yang masih rendah

3.    Tidka mampunya para anggota konstituante bersidang dalam mennetukan dasar negara.

Presiden sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi 3 keputusan yaitu:

1)     Menetapkan pembubaran konstituante
2)     Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali sebagai konstitusi negara dan tidak        berlakunya UUDS 1950
3)     Pembentukan MPRS dan DPRS
Dengan turunnya dekrit presiden berakhirlan masa demokrasi parlementer atau demokrasi liberal.




Demokrasi Liberal lebih sering disebut sebagai Demokrasi Parlementer. Pada tanggal 17 Agustus 1945 (Setelah Kemerdekaan Indonesia), Ir. Soekarno yang menjadi Ketua PPKI dipercaya menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945, Ir. Soekarno dilantik oleh Kasman Singodimedjo menjadi presiden Republik Indonesia pertama beserta wakilnya yaitu Muhammad Hatta. Bersamaan dengan itu, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Badan ini bertujuan untuk membantu tugas Presiden. Hasilnya antara lain :

1. Terbentuknya 12 departemen   kenegaraan dalam pemerintahan yang baru.

2. Pembagian wilayah pemerintahan RI            menjadi 8 provinsi yang masing-

    masing terdiri dari beberapa karesidenan.Tanggal 7 Oktober 1945 lahir

    memorandum yang ditandatangani oleh 50 orang dari 150 orang anggota

    KNIP.

Isinya antara lain :

1)    Mendesak Presiden untuk segera membentuk MPR.

2)    Meminta kepada Presiden agar anggota-anggota KNIP turut berwenang melakukan fungsi dan tugas MPR, sebelum badan tersebut terbentuk.

Tanggal 16 Oktober 1945 keluar Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945,yang isinya :

“Bahwa komite nasional pusat, sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN, serta menyetujui bahwa pekerjaan komite-komite pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan pekerja yang dipilih di antara mereka dan bertanggung jawab kepada komite nasional pusat.”

Pada tanggal 3 November 1945, keluar maklumat untuk kebebasan membentuk banyak partai atau multipartai sebagai persiapan pemilu yang akan diselenggarakan bulan Juni 1946.  Pada tanggal 14 November 1945 terbentuk susunan kabinet berdasarkan sistem parlementer (Demokrasi Liberal).

Ketika Indonesia menjalani sistem Liberal, Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang – undang Dasar Sementara tahun 1950. Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan mentri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).

Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai–partai politik, karena dalam system kepartaian menganut system multi partai. Maka, PNI dan Masyumi lah yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959 dan merupakan partai yang terkuat dalam DPR. Dalam waktu lima tahun (1950 -1955) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet.


KABINET-KABINET DALAM MASA DEMOKRASI LIBERAL

a.    Kabinet Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951)

b.    Kabinet Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952)

c.    Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)

d.    Kabinet Ali-Wongso (1 Agustus 1953-24 Juli 1955)

e.    Kabinet Burhanudin Harahap

f.     Kabinet Ali II (24 Maret 1957)

g.    Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959)


Sejak berlakunya UUDS 1950 pada 17 Agustus 1950 dengan sistem demokrasi liberal selama 9 tahun tidak menunjukkan adanya hasil yang sesuai harapan rakyat.

Bahkan, muncul disintegrasi bangsa.


Disintegrasi tersebut antara lain :

1)    Pemberontakan PRRI, Permesta, atau DI/TII yang ingin melepaskan diri dari NKRI.

2)    Konstituante tidak berhasil menetapkan UUD sehingga negara benar-benar dalam keadaan darurat.

3)    Untuk mengatasi hal tsb dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

4)    Hal ini menandakan bahwa Sistem demokrasi liberal tidak berhasil dilaksanakan di Indonesia, karena tidak sesuai dengan pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia.



ANALISIS KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

· Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani

· Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi

· Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial

· Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas

· Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator

· Gaya politik – ideologis

· Kepemimpinan – dikuasai oleh angkatan sumpah pemuda tahun 1928

· Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan hingga muncul kudeta

· Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil

· Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai

· Stabilitas – instabilitas

· Demokrasi ini menimbulkan sikap saling menjatuhkan antar partai satu dengan partai yang lain.

KESIMPULAN

Pada masa ini, walaupun Indonesia masih tergolong negara baru, namun Indonesia dapat menjalankan sistem politiknya walaupun masih belum sempurna, diwarnai dengan adanya kudeta, dll. Dengan adanya KNIP membuat pemerintahan lebih teratur dan terorganisir.


DEMOKRASI TERPIMPIN  (5 Juli 1959 – 11 Maret 1966)


Pada sistem ini berlaku sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juni 1959 yang berbunyi sebagai berikut.

1) Pembubaran Konstituante,

2) Berlakunya kembali UUD 1945.

3) Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.


Dalam Demokrasi Terpimpin ini menggunakan sistem presidensial. Dalam sistem presidensial ini mempunyai dua hal yang perlu diingat yaitu:

1) kedudukan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, dan

2) para menteri bertanggung jawab kepada presiden.


Era tahun 1959 sampai dengan 1966 merupakan era Soekarno, yaitu ketika keijakan-kebijakan Presiden Soekarno sangat mempengaruhi kondisi politik Indonesia. Kebijakan pemerintah setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yaitu:


A. Pembentukan MPRS

Presiden Soekarno membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara berdasarkan Penpres no.2 tahun 1959. Seluruh anggota MPRS tidak diangkat melalui pemilihan umum, tetapi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan 3 syarat, yaitu :

1.   Setuju kembali kepada UUD 1945

2.   Setia kepada perjuangan RI

3.   Setuju kepada manifesto politik


B.           Pembentukan DPAS

C.           Pembentukan Kabinet Kerja

D.           Pembentukan Front Nasional

E.           Penataan Organisasi Pertahanan dan Keamanan

F.            Penyederhanaan Partai-partai Politik

G.           Penyederhanaan Ekonomi


Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.




Mufakat

Berporoskan Nasakom, dengan ciri-ciri :

            1. Dominasi Presiden

            2. Terbatasnya peran partai politik

            3. Berkembangnya pengaruh PKI


Sama seperti yang tercantum pada sila ke empat Pancasila, demokrasi terpimpin adalah dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, akan tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di tangan “Pemimpin Besar Revolusi”.

Ads by safewebAd Options
 Situasi politik pada masa demokrasi terpimpin diwarnai tiga kekuatanpolitik utama yaitu Soekarno, PKI, dan AD. Ketiga kekuatan tersebut saling merangkul satu sama lain.Terutama PKI membutuhkan Soekarno untuk menghadapi angkatan darat yang menyainginya dan meminta perlindungan. Begitu juga angkatan darat,membutuhkan Soekarno untuk legitimasi keterlibatannya di dunia politik. Rakyat maupun wakil rakyat tidak memiliki peranan penting dalam Demokrasi Terpimpin.

Akhirnya, pemerintahan Orde Lama beserta Demokrasi terpimpinnya jatuh setelah terjadinya Peristiwa G 30 S/PKI pada tahun 1965 dengan diikuti krisis ekonomi yang cukup parah hingga dikeluarkannya Supersemar (Surat perintah sebelas Maret).


ANALISIS KELEBIHAN DAN KEKURANGAN



1.    Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan

2.    Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan           presiden membentuk DPRGR

3.    Jaminan HAM lemah

4.    Terjadi sentralisasi kekuasaan

5.    Terbatasnya peranan pers

6.    Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)

7.    Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas

8.    Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah

9.     Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju

10. Integrasi vertikal – atas bawah

11. Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,

12. Gaya politik – ber-ideologi, nasakom

13. Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik

14. Partisipasi massa – dibatasi

15. Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan

16. Aparat negara – loyal kepada negara

17. Stabilitas – stabil




KESIMPULAN

Pada masa ini, pemerintahan dominan lebih bisa mengatur rakyat karena adanya sentralisasi, namun rakyat tak bisa berbuat apa-apa karena semua keputusan ada di tangan presiden. Tidak adanya kebebasan pers dan juga anggota partai yang dipenjara menunjukkan pada masa ini jaminan HAM lemah. Terbatasnya peran partai politik dan berkembangnya pengaruh PKI semakin membuat demokrasi ini runtuh.


DEMOKRASI PANCASILA ORDE BARU (Maret 1966 – 21 Mei 1998)

           

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dijiwai oleh sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan  dalam permusyawaratan/perwakilan yang berKetuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Beberapa perumusan tentang demokrasi pancasila sebagai berikut :

a.    Demokrasi dalam bidang politik pada hakekatnya adalah menegakkan kembali azas negara hukum dan kepastian hukum.

b.    Demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakekatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga negara.

c.    Demokrasi dalam bidang hukum pada hakekatnya membawa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas tidak memihak.


Secara umum dapat dijelaskan bahwa watak demokrasi pancasila sama dengan demokrasi pada umumnya. Namun “Demokrasi Pancasila” dalam rezim orde baru hanya sebagai retorika dan belum sampai pada tatanan prasis atau penerapan. Karena dalam prate kenegaraan dan pemerintahan rezim ini tidak memberikan ruang bagi kehidupan demokrasi, yang di tandai oleh :


1. Dominanya peranan ABRI

2. Biro kratisasi dan sentralisasi pemgembalian keputusan politik.
3. Pesebirian peran dan fungsi partai politik.
4. Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan politk.
5. Masa mengembang.
6. Monolitisasi ideologi negara.
7. Info porasilembaga non pemerintah,



Dengan demikian nlai demokrasi juga belum ditegaskan dalam demokrasi

Pancasila Soeharto. Akibat adanya tuntutan massa untuk diadakan reformasi di dalam segala bidang, rezim Orde Baru tidak mampu mempertahankan kekuasaannya. Danterpaksa Soeharto mundur dari kekuasaannya dan kekuasaannya dilimpahkan kepada  B. J. Habibie pada 21 Mei 1998.


ANALISIS KELEBIHAN DAN KEKURANGAN


Kelebihan sistem pemerintahan Orde Baru 

• Perkembangan GPD per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 mencapai lebih AS$ 1.000.

• Sukses transmigrasi
• Sukses KB
• Sukses swasembada pangan
• Penganguran minimum


• Sukses REPELITA (Rancangan Pembangunan Lima Tahun.

• Sukses gerakan wajib belajar
• Sukses gerakan nasional orang – tua asuh
• Sukses keamanan dalam negeri
• Investor sing mau menanamkan modal di Indonesia
• Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.




Kekurangan sistem pemerintahan Orde Baru 

• Semarak korupsi, kolusi dan nepotisme

• Pembangunan Indonesia tidak rata dan timbul kesenjangan pembangunan antara

  pusat daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagai besar  

  disedot ke pusat.

• Munculnya rasa ketidak puasan di semjumlah daerah krena kesejangan pembanguna terutana di Aceh dan Papua
• Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
• Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi sikaya dan si miskin)


• Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan

• Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyaknya koran dan majalah yang

  dibreidel.

• Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan

  program “penembakan misterius” (petrus)

• Tidak ada rencana suksensi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/ presiden selanjutnya)

· Penyaluran tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi

      · Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM

      · Kapabilitas – sistem terbuka

      · Integrasi vertikal – atas bawah

      · Integrasi horizontal - nampak

      · Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan

      ·Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI

      ·Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi

· Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI

· Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)

· Stabilitas stabil


KESIMPULAN


Pada masa Demokrasi Pancasila, terlihat bahwa pemerintahan berlangsung lebih aman tanpa adanya kudeta (kecuali ketika masa keruntuhan di tahun 1998). Namun, rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada, inflasi yang merebak, rekrutmen politik yang tertutup, pemilu yang jauh dari semangat demokratis, pengakuan HAM yang terbatas, serta tumbuhnya KKN yang merajalela membuat demokrasi ini disebut demokrasi yang tipis akan arti demokrasi yang sesungguhnya.


DEMOKRASI REFORMASI (21 Mei 1998 - Sekarang)


Ads by safewebAd Options
Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 dengan penyempurnaan. Meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.


Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:

1.    Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998

2.    Ketetapan No. VII/MPR/1998

3.    Tap MPR RI No. XI/MPR/1998

4. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998

5. Amandemen UUD 1945


 Pada masa ini, Kepemimpinan rezim B. J. Habibie dikenal dengan nama Super Power, karena dikuaai oleh orang-orang mua yang memiliki juwa reformasi dan demokrasi yang tinggi. Namun, B.J. Habibie tidak mendapat dukungan sosial politik dari sebagian besar masyarakat. Akibatnya B. J. Habibie tidak mampu mempertahankan kekuasaannya dan lengser pada tahun 1999. Kemudian, melalui pemilu presiden yang ke-4 K.H. Abdurrahman Wahid terpilih secara demokratis di parlemen sebagai Presiden RI pada 21 Oktober 1999. Akan tetapi, karena K.H. Abdurrahman Wahid membuat beberapa kebijakan yang kurang sejalan  dengan proses demokratisasi itu sendiri, maka pemerintahan sipil K.H. Abdurrahman Wahid terpaksa tersingkir dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri pada 23 Juli 2001.


Megawati Soekarnoputri kembali membangkitkan semangat sang ayah, Soekarno sebagai pelopor bangsa dengan semangat Partai Demokrasi Indonesia – Perjuangan. Proses pemerintahan demokrasi pada masa Megawati Soekarnoputri masih cukup sulit untuk dievaluasi dan diketahui secara optimal. Akibatnya,ketidakpuasaan akan pelaksanaan pemerintahan dirasakan kembali oleh rakyat dan hampir terjadi krisis kepemimpinan. Rakyat merasa bahwa siapa yang berkuasa di pemerintahan hanya ingin mencari keuntungan semata, bukan untuk kepentingan rakyat. Megawati pun akhirnya lengser pada tahun 2004 digantikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang sedang menjalani 2 periode pemerintahan (2004-2009 dan 2009-2014).


  


ANALISIS KELEBIHAN DAN KEKURANGAN


1.    Masyarakat mulai berani untuk mengutarakan pendapatnya tanpa ragu lagi

2.    Era Super-power pada zaman reformasi menimbulkan semangat baru untuk rakyat

3.    Terselenggaranya pemilu 7 Juni 1999 sebagai pemilu paling bersih dan jujur

4.    Kabinet yang bersih dan anti-PKI pun tercipta

5.   Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi

6.   Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi

7.   Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah

8.   Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas

9.   Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)

10. Gaya politik – pragmatic

11. Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi

12. Partisipasi massa – tinggi

13. Keterlibatan militer – dibatasi

14. Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah

15.Stabilitas - instabil




KESIMPULAN

Pada era reformasi ini, rakyat akhirnya bsia aktif dalam mengutarakan aspirasinya. Demokrasi yang sesungguhnya pun akhirnya terjadi di Indonesia. Rakyat mulai menggunakan reformasi total di semua sektor kehidupan. Berantas KKN pun mulai dicanangkan. Artinya, era inilah era yang “benar-benar demokrasi”.




Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran Soekarno agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah UUD 1945. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan pemungutan suara yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante . Pemungutan suara ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut.
Hasil pemungutan suara menunjukan bahwa :
  • 269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945
  • 119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.
Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit yang disebut Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
  1. Tidak berlaku kembali UUDS 1950
  2. Berlakunya kembali UUD 1945
  3. Dibubarkannya konstituante
  4. Pembentukan MPRS dan DPAS












Perkembangan demokrasi PraOrde Baru
Semenjak dikeluarkannya maklumat wakil presiden No. X 3 november 1945, yang menganjurkan pembentukan partai-partai politik, perkembangan demokrasi dalam masa revolusi dan demokrasi pearlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas. Presiden Soekarno ditempatkan sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan ceremonial, sementara kekuasaan pemerintah yang riil dimiliki oleh Perdana Menteri, Kabinet dan, Parlemen. Partai politik memainkan peranan sentral dalam kehidupan politik dan proses pemerintahan. Kompetisi antar kekuatan dan kepentingan politik mengalami masa keleluasaan yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia merdeka. Pergulatan politik ditandai oleh tarik menarik  antara partai di dalam lingkaran kekuasaan dengan kekuatan politik di luar lingkungan kekuasaan,  pihak kedua mncoba menarik pihak pertama ke luar dari lingkungan kekuasaan.
Kegiatan partisipasi politik di masa ini berjalan dengan hingar bingar, terutama melalui saluran partai politik yang mengakomodasikan ideologi dan nilai primordialisme yang tumbuh di tengah masyarakat, namun hanya melibatkan segelintir elit politik. Dalam masa ini yang dikecewakan dari Soekarno adalah masalah presiden yang hanya sebagai simbolik semata begitu juga peran militer.
Akhirnya massa ini mengalami kehancuran setelah mengalami perpecahan antar elit dan antar partai politik di satu sisi, serta di sisi lain  akibat adanya sikap Soekarno dan militer mengenai demokrasi yang dijalankan. Perpecahan antar elit politik ini diperparah dengan konflik tersembunyi antar kekuatan parpol dengan Soekarno dan militer, serta adanya ketidakmampuan  setiap kabinet dalam merealisasikan  programnya dan mengatasi potensi perpecahan regional ini mengindikasikan krisis integral  dan stabilitas yang parah. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Soekarno untuk merealisasikan nasionalis ekonomi, dan diberlakukanya UU Darurat pada tahun 1957, maka sebuah masa demokrasi terpimpin kini telah mulai.
Periode demokrasi terpimpin ini  secara dini dimulai dengan terbentuknya  Zaken Kabinet pimpinan Ir. Juanda pada 9 April 1957, dan menjadi tegas setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Kekuasaan menjadi tersentral di tangan presiden, dan secra signifikan diimbangi dengan peran PKI dan Angkatan Darat. Kekuatan-kekuatan Suprastruktur dan infrastruktur  politik dikendalikan  secara hampir penuh oleh presiden. Dengan ambisi yang besar PKI mulai menmperluas kekuatannya sehingga terjadi kudeta oleh PKI yang akhirnya gagal di penghujung September 1965, kemudian mulailah pada massa orde baru.
Dari uraian diatas dapat di simpulkan, antara lain:
  1. Stabilitas pemerintah dalam 20 tahun  bereda dalam kedaan memprihatinkan. Mengalami 25 pergantian kabinet, 20 kali pergantian kekuasaan eksekutif dengan rata-rata satu kali pergantian setiap tahun.
  2. Stabilitas politik sevara umum memprihatinkan. Ditandai dengan kuantitas konflik politik yang amat tinggi. Konflik yang bersifat ideologis dan primordial dalam masa 20 tahun pasca merdeka.
  3. Krisis ekonomi. Dalam masa demokrasi parlementer krisis dikarenakan karena kabinet tidak sempat untuk merealisasika program ekonomi karena pergantian kekuasaan yang sering terjadi. Masa demokrasi terpimpin mengalami krisis ekonomi karena kegandrungannya terhadap revolusi serta urusan internasional sehingga kurangnya perhatian disektor ekonomi.
  4. Perangkat kelembagaan yang memprihatinkan. Ketidaksiapan aparatur pemerintah dalam proses politik menjaadikan birokrasi tidak terurus.
  1. Perkembangan Demokrasi  Masa Revolusi Kemerdekaan.
Implementasi demokrasi pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan  baru terbatas pada interaksi  politik diparlemen dan berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan. Meskipun tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut perkembangan demokrasi pada periode ini, akan tetapi pada periode tersebut telah diletakkan hal-hal mendasar. Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi dictator. Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi system kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita.
  1. Perkembangan demokrasi  parlementer (1945-1959)
Periode kedua pemerintahan negara Indonesia adalah tahun 1950 sampai 1959, dengan menggunakan UUD Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Pada masa ini adalah masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudan kehidupan politik di Indonesia. Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepad pihak pemerintah  yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatannya. Sejumlah kasus jatuhnya kabinet dalam periode ini  merupakan contoh konkret  dari tingginya akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi. Ada hampir 40 partai yang terbentuk dengan tingkat otonomi yang tinggi  dalam proses rekruitmen baik pengurus, atau pimpinan partainya maupun para pendukungnya.
Demokrasi parlementer gagal karena (1) dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik; (2) basis sosial ekonomi yang masih sangat lemah;(3) persamaan kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan Angkatan Darat, yang sama-sama tidak senang dengan proses politik yang  berjalan.
  1. Perkembangan Demokrasi  Terpimpin (1959-1965)
Sejak berakhirnya pemillihan umum 1955, presiden Soekarno sudah menunjukkan gejala ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu terjadi karena partai politik sangat orientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan dan kurang memperhatikan kepentingan politik nasional secara menyeluruh.disamping itu Soekarno melontarkan gagasan bahwa demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan dan gotong royong.
Politik pada masa ini diwarnai oleh tolak ukur yang sangat kuat antara ketiga kekuatan politik yang utama  pada waktu itu, yaitu: presiden Soekarno, Partai Komunis Indonesia, dan Angkatan Darat. Karakteristik  yang utama dari demokrasi terpimpin adalah: menggabungkan sistem kepartaian, dengan  terbentuknya DPR-GR peranan lembaga legislatif dalam sistem politik  nasionall menjadi sedemikian lemah, Basic Human Right menjadi sangat lemah, masa demokrasi terpimpin adalah masa puncak dari semnagt anti kebebasan pers, sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Pandangan A. Syafi’i Ma’arif, demokrasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Soekarno seagai “Ayah” dalam famili besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang besar dalam Demokrasi Terpimpin Soekarno adalah adanya pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yaitu absolutisme dan terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin. Selain itu, tidak ada ruang kontrol sosial dan check and balance dari legislatif terhadap eksekutif. (Sunarso, dkk. 2008:132-136)
Perkembangan Demokrasi  dalam Pemerintahan Orde Baru
Wajah demokrasi mengalami pasang surut sejalan dengan perkembangan tingkat ekonomi, poltik dan, ideologi sesaat atau temporer. Tahun-tahun awal pemerintahan Orde Baru  ditandai oleh adanya kebebasan politik yang besar. Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden ke-2 RI dan menerapkan model Demokrasi yang berbeda lagi, yaitu dinamakan Demokrasi Pancasila (Orba), untuk menegaskan klaim bahwasanya model demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara Pancasila. Dalam masa yang tidak lebih dari tiga tahun ini, kekuasaan seolah-olah akan didistribusikan kepada kekuatan masyarakatan. Oleh karena itu pada kalangan elit perkotaan dan organisasi sosial politik yang siap menyambut pemilu 1971, tumbuh gairah besar untuk berpartisipasi mendukung program-program pembaruan pemerintahan baru.
Perkembangan yang terlihat adalah semakin lebarnya kesenjangan antara kekuasaan negara dengan masyarakat. Negara Orde Baru mewujudkan dirinya sebagai kekuatan yang kuat dan relatif otonom, dan sementara masyarakat semakin teralienasi dari lingkungan kekuasaan danproses formulasi kebijakan. Kedaan ini adalah dampak dari (1) kemenangan mutlak dari kemenangan Golkar dalam pemilu yang memberi legitimasi politik yangkuat kepada negara; (2) dijalankannya regulasi-regulasi politik semacam birokratisasai, depolitisasai, dan institusionalisasi; (3) dipakai pendekatan keamanan; (4) intervensi negara terhadap perekonomian dan pasar yang memberikan keleluasaan kepda negara untuk mengakumulasikan modal dan kekuatan ekonomi; (5) tersedianya sumber biaya pembangunan, baik dari eksploitasi minyak bumi dan gas serta dari komoditas nonmigas dan pajak domestik, mauppun yang berasal dari bantuan luar negeri, dan akhirnya (6) sukses negara orde baru dalam menjalankan kebijakan pemenuhan kebutuhan pokok rakya sehingga menyumbat gejolak masyarakat yang potensinya muncul karena sebab struktural.
Pemberontakan G-30-S/PKI merupaka titik kulminasi dari pertarungan atau tarik tambang politik antara Soekarno, Angkatan Darat, dan Partai Komunisme Indonesia. Ciri-ciri demokrasi pada periode Orde Lama antara lain presiden sangat mendominasi pemerintahan, terbatasnya peran partai politik, berkembangnya pengaruh komunis, dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Menurut M. Rusli Karim, rezim Orde Baru ditandai oleh; dominannya peranan ABRI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik, pembatasan peran dan fungsi partai politik, campur tangan pemerintah dalam persoalan partai politik dan publik, masa mengambang, monolitisasi ideologi negara, dan inkorporasi lembaga nonpemerintah. Beberapa karakteristik pada masa orde baru antara lain: Pertama, rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hamper ridak pernah terjadi. Kedua, rekruitmen politik bersifat tertutup. Ketiga, PemilihanUmum. Keempat, pelaksanaan hak dasar waega Negara. (Rukiyati, dkk. 2008:114-117)
Perkembangan Demokrasi  Pada Masa Reformasi (1998 Sampai Dengan Sekarang).
Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto, maka NKRI memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.
Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara, khususnya laginya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan aspek sifat hubungan antar lembaga-lembaga negaranya, dengan sendirinya mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap model demokrasi yang dilaksana-kan dibandingkan dengan model Demokrasi Pancasila di era Orde Baru. Dalam masa pemerintahan Habibie inilah muncul beberapa indicator kedemokrasian di Indonesia. Pertama, diberikannya ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan. Kedua, diberlakunya system multi partai dalam pemilu tahun 1999.
Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformasi ini adalah demokresi Pancasila, tentu saja dengan karakteristik tang berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi perlementer tahun 1950-1959. Pertama, Pemilu yang dilaksanakan (1999-2004) jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya. Kedua, ritasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampi pada tingkat desa. Ketiga, pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka. Keempat, sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan pendapat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar