Pengaruh Sistem Pemerintahan Suatu Negara Terhadap
Negara Lain
Dalam perkembangan ketatanegaraan
bangsa-bangsa di dunia, hampir semua terpengaruh oleh perkembangan teori dan
praktik sistem ketatanegaraan lain. Namun hal tersebut disesuaikan dengan
kondisi bangsanya yang berpengaruh pada sistem pemerintahan.
Penerapan sistem pemerintahan suatu
negara biasanya dikaitkan lagi dengan hubungan diplomatik dan stabilitas
keamanan negara dan kawasannya. Misalnya, hubungan negara Indonesia dengan
negara lain ketika masa pemerintahan Presiden Soekarno berbeda dengan masa
pemerintahan Presiden Soeharto. Hal itu berbeda pula dengan masa pemerintahan
Presiden Habibie, K.H. Abdurrahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono,
dan contoh lain, negara yang menganut sistem parlementer adalah Inggris. Sistem
pemerintahan di Inggris mempengaruhi sistem pemerintahan di negara jajahannya.
Inggris mempunyai banyak daerah jajahan yang sudah merdeka (bernegara sendiri)
dengan sistem pemerintahan mengikuti sistem pemerintahan parlementer Inggris,
baik bentuk negara itu republik ataupun kerajaan. Negara jajahan Inggris yang
ikut menerapkan sistem pemerintahan parlementer antara lain sebagai berikut.
No
|
Republik/Presidensial
|
Republik/Parlemen
|
Monarki
|
1.
|
Irlandia
|
Singapura
|
Kanada
|
2.
|
Pakistan
|
Malta
|
Jamaika
|
3.
|
Trinidad dan Tobago
|
Malawi
|
Barbados
|
4.
|
Dominika
|
Afrika Selatan
|
Grenada
|
5.
|
Guyana
|
Liberia
|
Malaysia
|
Negara Amerika Serikat pun memiliki
pengaruh yang besar terhadap negara-negara lain terutama dalam menerapkan
sistem negara demokrasi. Sistem pemerintahannya dianut oleh Filipina, Korea
Selatan, atau kebanyakan negara di belahan dunia barat.
Namun, pertumbuhan demokrasi
kerakyatan dalam sistem pemerintahan di Uni Soviet berbeda dengan pemerintahan
Amerika Serikat. Pada sistem pemerintahan Uni Soviet diakui adanya satu partai
komunis dalam masyarakat yang semula terjadi ketegangan antara golongan komunis
dan antikomunis.
Begitu pula di negara-negara Eropa
Timur, secara resmi terdapat sistem multipartai. Akan tetapi, kedudukan dan
peranan partai komunis sangat dominan. Hal ini disebabkan pada masa Perang Dunia
II terjadi perlawanan atas pendudukan Nazi Jerman. Setelah Nazi Jerman
ditundukkan, pasukan Tentara Merah dari Uni Soviet mengambil alih kekuasaan
sehingga kelompok komunis minoritas merebut puncak pimpinan dan kekuasaan
pemerintahan. Selanjutnya, pemerintahan Soviet dan Eropa Timur tumbuh ke bentuk
sosialis yang ditiru hingga sekarang. Negara-negara yang menerapkan sistem
sosialis selain Uni Republik Sosialis Soviet, Cekoslowakia, Hongaria, Bulgaria,
Albania atau Rumania.
Demikian aneka ragamnya sistem
republik/presidensial dan parlementer di berbagai negara. Namun, tidak ada
suatu sistem pun yang cukup sempurna. Masing-masing mempunyai kebaikan dan
kelemahan masing-masing.
Dalam sistem parlementer,
penyesuaian paham dan usaha menyejajarkan garis politik antara legislatif dan
eksekutif lebih mudah dicapai. Jika timbul konflik pendapat dan policy,
maka dengan suatu mosi tidak percaya badan perwakilan dapat menggulingkan
pemerintah. Kemudian, timbullah pemerintahan yang baru yang lebih mendekati pendirian
dan kebijaksanaan perwakilan rakyat.
Krisis semacam itu tidak terdapat
dalam sistem presidensial di Amerika Serikat karena di Amerika Serikat
perwakilan rakyat tidak dapat menggulingkan eksekutif (Presiden), walaupun
garis politiknya tidak sama. Presiden di Amerika Serikat hanya dapat dituntut
karena beberapa delik yang berat, misalnya pengkhianatan. Sebagai pihak yang
menggugat Presiden adalah House of Representative, sedangkan yang
mengadili adalah Senat. Bila terbukti bersalah Presiden bisa dipecat. Suatu
keberatan dalam sistem presidensial di Amerika Serikat adalah harus dicarikan
kompromi antara legislatif dan eksekutif. Benar bahwa sistem check and
balances menghadapi kekuasaan yang terlalu besar dari salah satu organ
pemerintahan, dan sistem ini sangat menyulitkan untuk mengambil keputusan.
Kekuasaan badan eksekutif senantiasa
terancam digulingkan oleh badan perwakilan rakyat sehingga dengan tiba-tiba
gagasan dan usaha-usaha pemerintah yang sedang berjalan terpaksa berhenti.
Setiap negara yang menerapkan sistem presidensial dan parlementer, selain
banyak dipengaruhi oleh penjajahan (Inggris, Belanda, Spanyol, atau Portugis),
politik, dan demokrasi (Amerika Serikat), juga dipengaruhi dari UUD-nya. Hal
itu karena latar belakang budaya masyarakatnya yang berbeda satu dengan negara
lainnya.
Pengaruh Sistem Pemerintahan Satu Negara Terhadap Negara Lain
Sistem pemerintahan suatu Negara akan mempunyai dampak
positif dan negative terhadap Negara lain. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi memudahkan adanya hubungan suatu Negara dengan Negara. Oleh karena
itu, perkembangna perubahan dan gejolak dunia merupakan dal yang harus terus
diikuti dengan seksama agar secara dini mampu memperkirakan terjadinya masalah
yang dapat mempengaruhi system pemerintahan. Pengaruh globalisasi yang tidak
mengenal batas Negara, memudahkan suatu Negara mempengaruhi dan dipengaruhi
Negara lain. Salah satu contoh pengaruh system pemerintahan Negara Indonesia
terhadap Negara lain adalah masalah kewarganegaraan. Masalah kewarganegaraan
sering mengakibatkan hubungan suatu Negara dengan Negara lain menjadi renggang.
Selain itu, banyak permasalahan antarnegara yang mempengruhi system
pemerintahan.
DEMOKRASI YANG PERNAH ADA DI INDONESIA
Written By Wahyu Hilmi on Minggu, 30 Desember 2012 | 20.43
DEMOKRASI
YANG PERNAH ADA DI INDONESIA
Indonesia termasuk negara yang
mengalami pasang-surut demokrasi, maksudnya demokrasi yang silih berganti.
Hampir setiap pergantian kepala negara, selalu saja demokrasinya
berganti. Masalah pokok yang dihadapi ialah bagaimana demokrasi mewujudkan
dirinya dalam berbagai sisi kehidupan berbangsa dan bernegara.Tercatat sudah 4
kali Indonesia berganti-ganti demokrasi, bahkan sudah beberapa kali pula
kabinet silih berganti. Demokrasi yang pernah dilaksanakan di Indonesia adalah:
1. DEMOKRASI LIBERAL
(17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
2. DEMOKRASI TERPIMPIN
(5 Juli 1959 – 11 Maret 1966)
3. DEMOKRASI PANCASILA
ORDE BARU (Maret 1966 – 21 Mei 1998)
4. DEMOKRASI REFORMASI
(21 Mei 1998 - Sekarang)
DEMOKRASI LIBERAL (17 Agustus 1950 – 5
Juli 1959)
Demokrasi yang dipakai adalah
demokrasi parlementer atau demokrasi liberal. Demokrasi pada masa itu telah
dinilai gagal dalam menjamin stabilitas politik. Ketegangan politik demokrasi
liberal atau parlementer disebabkan hal-hal sebagai berikut:
1. Dominanya
politik aliran maksudnya partai politik yang sangat mementingkan kelompok atau
alirannya sendiri dari pada mengutamakan kepentingan bangsa
2. Landasan
sosial ekonomi rakyat yang masih rendah
3. Tidka
mampunya para anggota konstituante bersidang dalam mennetukan dasar negara.
Presiden sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi 3
keputusan yaitu:
1) Menetapkan pembubaran konstituante
2) Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali sebagai
konstitusi negara dan tidak berlakunya
UUDS 1950
3) Pembentukan MPRS dan DPRS
Dengan turunnya dekrit presiden berakhirlan masa demokrasi parlementer
atau demokrasi liberal.
Demokrasi Liberal lebih sering
disebut sebagai Demokrasi Parlementer.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 (Setelah Kemerdekaan Indonesia), Ir. Soekarno yang
menjadi Ketua PPKI dipercaya menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal
29 Agustus 1945, Ir. Soekarno dilantik oleh Kasman Singodimedjo menjadi
presiden Republik Indonesia pertama beserta wakilnya yaitu Muhammad
Hatta. Bersamaan dengan itu, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP).
Badan ini
bertujuan untuk membantu tugas Presiden. Hasilnya antara lain :
1.
Terbentuknya 12 departemen kenegaraan dalam pemerintahan yang
baru.
2. Pembagian
wilayah pemerintahan
RI menjadi
8 provinsi yang masing-
masing
terdiri dari beberapa karesidenan.Tanggal 7 Oktober 1945 lahir
memorandum
yang ditandatangani oleh 50 orang dari 150 orang anggota
KNIP.
Isinya antara
lain :
1) Mendesak
Presiden untuk segera membentuk MPR.
2) Meminta
kepada Presiden agar anggota-anggota KNIP turut berwenang melakukan fungsi dan
tugas MPR, sebelum badan tersebut terbentuk.
Tanggal 16
Oktober 1945 keluar Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945,yang isinya :
“Bahwa
komite nasional pusat, sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan
legislatif dan ikut menetapkan GBHN, serta menyetujui bahwa pekerjaan
komite-komite pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan
oleh sebuah badan pekerja yang dipilih di antara mereka dan bertanggung jawab
kepada komite nasional pusat.”
Pada tanggal
3 November 1945, keluar maklumat untuk kebebasan membentuk banyak partai atau
multipartai sebagai persiapan pemilu yang akan diselenggarakan bulan Juni
1946. Pada tanggal 14 November 1945 terbentuk susunan kabinet
berdasarkan sistem parlementer (Demokrasi Liberal).
Ketika
Indonesia menjalani sistem Liberal, Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang
mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang – undang Dasar Sementara tahun 1950.
Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan mentri (kabinet) yang dipimpin oleh
seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Sistem
politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai–partai
politik, karena dalam system kepartaian menganut system multi partai. Maka, PNI
dan Masyumi lah yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan
dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959 dan merupakan partai yang terkuat dalam
DPR. Dalam waktu lima tahun (1950 -1955) PNI dan Masyumi silih berganti
memegang kekuasaan dalam empat kabinet.
KABINET-KABINET
DALAM MASA DEMOKRASI LIBERAL
a. Kabinet
Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951)
b. Kabinet
Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952)
c. Kabinet
Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
d. Kabinet
Ali-Wongso (1 Agustus 1953-24 Juli 1955)
e. Kabinet
Burhanudin Harahap
f. Kabinet
Ali II (24 Maret 1957)
g. Kabinet
Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959)
Sejak
berlakunya UUDS 1950 pada 17 Agustus 1950 dengan sistem demokrasi liberal
selama 9 tahun tidak menunjukkan adanya hasil yang sesuai harapan rakyat.
Bahkan, muncul disintegrasi bangsa.
Disintegrasi
tersebut antara lain :
1) Pemberontakan
PRRI, Permesta, atau DI/TII yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
2) Konstituante
tidak berhasil menetapkan UUD sehingga negara benar-benar dalam keadaan
darurat.
3) Untuk
mengatasi hal tsb dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
4) Hal
ini menandakan bahwa Sistem demokrasi liberal tidak berhasil dilaksanakan di
Indonesia, karena tidak sesuai dengan pandangan hidup dan kepribadian bangsa
Indonesia.
ANALISIS
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
· Penyaluran
tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani
· Pemeliharaan
nilai – penghargaan HAM tinggi
· Kapabilitas
– baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
· Integrasi
vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
· Integrasi
horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator
· Gaya
politik – ideologis
· Kepemimpinan
– dikuasai oleh angkatan sumpah pemuda tahun 1928
· Partisipasi
massa – sangat tinggi, bahkan hingga muncul kudeta
· Keterlibatan
militer – militer dikuasai oleh sipil
· Aparat
negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai
· Stabilitas
– instabilitas
· Demokrasi
ini menimbulkan sikap saling menjatuhkan antar partai satu dengan partai yang
lain.
KESIMPULAN
Pada
masa ini, walaupun Indonesia masih tergolong negara baru, namun Indonesia dapat
menjalankan sistem politiknya walaupun masih belum sempurna, diwarnai dengan
adanya kudeta, dll. Dengan adanya KNIP membuat pemerintahan lebih teratur dan
terorganisir.
DEMOKRASI TERPIMPIN (5 Juli
1959 – 11 Maret 1966)
Pada sistem ini
berlaku sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juni 1959 yang berbunyi sebagai
berikut.
1) Pembubaran Konstituante,
2) Berlakunya kembali UUD 1945.
3) Pembentukan MPRS dan DPAS dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dalam Demokrasi Terpimpin ini
menggunakan sistem presidensial. Dalam sistem
presidensial ini
mempunyai dua hal yang perlu diingat yaitu:
1) kedudukan presiden sebagai kepala
negara dan kepala pemerintahan, dan
2) para menteri bertanggung jawab
kepada presiden.
Era
tahun 1959 sampai dengan 1966 merupakan era Soekarno, yaitu ketika
keijakan-kebijakan Presiden Soekarno sangat mempengaruhi kondisi politik
Indonesia. Kebijakan pemerintah setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yaitu:
A. Pembentukan
MPRS
Presiden Soekarno membentuk Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara berdasarkan Penpres no.2 tahun 1959. Seluruh
anggota MPRS tidak diangkat melalui pemilihan umum, tetapi diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden dengan 3 syarat, yaitu :
1. Setuju
kembali kepada UUD 1945
2. Setia
kepada perjuangan RI
3. Setuju
kepada manifesto politik
B. Pembentukan
DPAS
C. Pembentukan
Kabinet Kerja
D. Pembentukan
Front Nasional
E. Penataan
Organisasi Pertahanan dan Keamanan
F. Penyederhanaan
Partai-partai Politik
G. Penyederhanaan
Ekonomi
Pengertian demokrasi terpimpin
menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965adalah kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Mufakat
Berporoskan
Nasakom, dengan ciri-ciri :
1.
Dominasi Presiden
2.
Terbatasnya peran partai politik
3.
Berkembangnya pengaruh PKI
Sama seperti
yang tercantum pada sila ke empat Pancasila, demokrasi terpimpin adalah
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, akan
tetapi presiden menafsirkan “terpimpin”, yaitu pimpinan terletak di tangan
“Pemimpin Besar Revolusi”.
Ads by safewebAd Options
Situasi
politik pada masa demokrasi terpimpin diwarnai tiga
kekuatanpolitik utama yaitu Soekarno, PKI, dan AD.
Ketiga kekuatan tersebut saling merangkul satu sama lain.Terutama PKI
membutuhkan Soekarno untuk menghadapi angkatan darat yang menyainginya dan
meminta perlindungan. Begitu juga angkatan darat,membutuhkan Soekarno untuk
legitimasi keterlibatannya di dunia politik. Rakyat maupun wakil rakyat tidak
memiliki peranan penting dalam Demokrasi Terpimpin.
Akhirnya,
pemerintahan Orde Lama beserta Demokrasi terpimpinnya jatuh setelah terjadinya
Peristiwa G 30 S/PKI pada tahun 1965 dengan diikuti krisis ekonomi yang cukup
parah hingga dikeluarkannya Supersemar (Surat perintah sebelas
Maret).
ANALISIS
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
1. Mengaburnya
sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
2. Peranan
Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan
presiden membentuk
DPRGR
3. Jaminan
HAM lemah
4. Terjadi
sentralisasi kekuasaan
5. Terbatasnya
peranan pers
6. Kebijakan
politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
7. Penyaluran
tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
8. Pemeliharaan
nilai – Penghormatan HAM rendah
9. Kapabilitas
– abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
10. Integrasi
vertikal – atas bawah
11. Integrasi
horizontal – berperan solidarity makers,
12. Gaya
politik – ber-ideologi, nasakom
13. Kepemimpinan
– tokoh kharismatik dan paternalistik
14. Partisipasi
massa – dibatasi
15. Keterlibatan
militer – militer masuk ke pemerintahan
16. Aparat
negara – loyal kepada negara
17. Stabilitas
– stabil
KESIMPULAN
Pada masa ini, pemerintahan dominan
lebih bisa mengatur rakyat karena adanya sentralisasi, namun rakyat tak bisa
berbuat apa-apa karena semua keputusan ada di tangan presiden. Tidak adanya
kebebasan pers dan juga anggota partai yang dipenjara menunjukkan pada masa ini
jaminan HAM lemah. Terbatasnya peran partai politik dan berkembangnya pengaruh
PKI semakin membuat demokrasi ini runtuh.
DEMOKRASI PANCASILA ORDE BARU (Maret
1966 – 21 Mei 1998)
Demokrasi
Pancasila adalah
demokrasi yang dijiwai oleh sila kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang
berKetuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Beberapa
perumusan tentang demokrasi pancasila sebagai berikut :
a. Demokrasi
dalam bidang politik pada hakekatnya adalah menegakkan kembali azas negara
hukum dan kepastian hukum.
b. Demokrasi
dalam bidang ekonomi pada hakekatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua
warga negara.
c. Demokrasi
dalam bidang hukum pada hakekatnya membawa pengakuan dan perlindungan HAM,
peradilan yang bebas tidak memihak.
Secara
umum dapat dijelaskan bahwa watak demokrasi pancasila sama dengan demokrasi
pada umumnya. Namun “Demokrasi Pancasila” dalam rezim orde baru hanya sebagai
retorika dan belum sampai pada tatanan prasis atau penerapan. Karena dalam
prate kenegaraan dan pemerintahan rezim ini tidak memberikan ruang bagi
kehidupan demokrasi, yang di tandai oleh :
1. Dominanya
peranan ABRI
2. Biro
kratisasi dan sentralisasi pemgembalian keputusan politik.
3. Pesebirian
peran dan fungsi partai politik.
4. Campur
tangan pemerintah dalam berbagai urusan politk.
5. Masa
mengembang.
6.
Monolitisasi ideologi negara.
7. Info
porasilembaga non pemerintah,
Dengan
demikian nlai demokrasi juga belum ditegaskan dalam demokrasi
Pancasila
Soeharto. Akibat adanya tuntutan massa untuk diadakan reformasi di dalam segala
bidang, rezim Orde Baru tidak mampu mempertahankan kekuasaannya. Danterpaksa Soeharto
mundur dari kekuasaannya dan kekuasaannya dilimpahkan kepada B.
J. Habibie pada 21 Mei 1998.
ANALISIS
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Kelebihan
sistem pemerintahan Orde Baru
•
Perkembangan GPD per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada
1996 mencapai lebih AS$ 1.000.
• Sukses
transmigrasi
• Sukses KB
• Sukses
swasembada pangan
• Penganguran
minimum
• Sukses
REPELITA (Rancangan Pembangunan Lima Tahun.
• Sukses
gerakan wajib belajar
• Sukses
gerakan nasional orang – tua asuh
• Sukses
keamanan dalam negeri
• Investor
sing mau menanamkan modal di Indonesia
• Sukses
menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri.
Kekurangan
sistem pemerintahan Orde Baru
• Semarak
korupsi, kolusi dan nepotisme
• Pembangunan
Indonesia tidak rata dan timbul kesenjangan pembangunan antara
pusat
daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagai besar
disedot ke pusat.
• Munculnya
rasa ketidak puasan di semjumlah daerah krena kesejangan pembanguna terutana di
Aceh dan Papua
• Kecemburuan
antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan
pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
• Bertambahnya
kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi sikaya dan si
miskin)
• Kritik
dibungkam dan oposisi diharamkan
• Kebebasan
pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyaknya koran dan majalah yang
dibreidel.
• Penggunaan kekerasan
untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan
program “penembakan misterius” (petrus)
• Tidak ada
rencana suksensi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/ presiden selanjutnya)
· Penyaluran
tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi
· Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
· Kapabilitas – sistem terbuka
· Integrasi vertikal – atas bawah
· Integrasi horizontal - nampak
· Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan
·Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI
·Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
· Keterlibatan
militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
· Aparat
negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)
· Stabilitas
stabil
KESIMPULAN
Pada masa Demokrasi Pancasila,
terlihat bahwa pemerintahan berlangsung lebih aman tanpa adanya kudeta (kecuali
ketika masa keruntuhan di tahun 1998). Namun, rotasi kekuasaan eksekutif hampir
dikatakan tidak ada, inflasi yang merebak, rekrutmen politik yang tertutup,
pemilu yang jauh dari semangat demokratis, pengakuan HAM yang terbatas, serta
tumbuhnya KKN yang merajalela membuat demokrasi ini disebut demokrasi yang
tipis akan arti demokrasi yang sesungguhnya.
DEMOKRASI REFORMASI (21 Mei 1998 -
Sekarang)
Ads by safewebAd Options
Demokrasi yang dikembangkan pada masa
reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan
pada Pancasila dan UUD 1945 dengan penyempurnaan.
Meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara dengan menegaskan
fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan
kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif,
legislatif dan yudikatif.
Masa
reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
1. Keluarnya
Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998
2. Ketetapan
No. VII/MPR/1998
3. Tap
MPR RI No. XI/MPR/1998
4.
Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998
5.
Amandemen UUD 1945
Pada
masa ini, Kepemimpinan rezim B. J. Habibie dikenal dengan nama Super Power,
karena dikuaai oleh orang-orang mua yang memiliki juwa reformasi dan demokrasi
yang tinggi. Namun, B.J. Habibie tidak mendapat dukungan
sosial politik dari sebagian besar masyarakat. Akibatnya B. J. Habibie tidak
mampu mempertahankan kekuasaannya dan lengser pada tahun 1999. Kemudian,
melalui pemilu presiden yang ke-4 K.H. Abdurrahman Wahid terpilih secara
demokratis di parlemen sebagai Presiden RI pada 21 Oktober 1999. Akan tetapi,
karena K.H. Abdurrahman Wahid membuat beberapa kebijakan yang kurang
sejalan dengan proses demokratisasi itu sendiri, maka pemerintahan
sipil K.H. Abdurrahman Wahid terpaksa tersingkir dan digantikan oleh Megawati
Soekarnoputri pada 23 Juli 2001.
Megawati
Soekarnoputri kembali membangkitkan semangat sang ayah, Soekarno sebagai
pelopor bangsa dengan semangat Partai Demokrasi Indonesia – Perjuangan. Proses
pemerintahan demokrasi pada masa Megawati Soekarnoputri masih cukup sulit untuk
dievaluasi dan diketahui secara optimal. Akibatnya,ketidakpuasaan akan
pelaksanaan pemerintahan dirasakan kembali oleh rakyat dan hampir terjadi
krisis kepemimpinan. Rakyat merasa bahwa siapa yang berkuasa di pemerintahan
hanya ingin mencari keuntungan semata, bukan untuk kepentingan rakyat. Megawati
pun akhirnya lengser pada tahun 2004 digantikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono
yang sedang menjalani 2 periode pemerintahan (2004-2009 dan 2009-2014).
ANALISIS
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
1. Masyarakat
mulai berani untuk mengutarakan pendapatnya tanpa ragu lagi
2. Era
Super-power pada zaman reformasi menimbulkan semangat baru untuk rakyat
3. Terselenggaranya
pemilu 7 Juni 1999 sebagai pemilu paling bersih dan jujur
4. Kabinet
yang bersih dan anti-PKI pun tercipta
5.
Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi
6.
Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi
7.
Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah
8.
Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
9.
Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)
10.
Gaya politik – pragmatic
11.
Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi
12.
Partisipasi massa – tinggi
13.
Keterlibatan militer – dibatasi
14.
Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah
15.Stabilitas
- instabil
KESIMPULAN
Pada
era reformasi ini, rakyat akhirnya bsia aktif dalam mengutarakan aspirasinya.
Demokrasi yang sesungguhnya pun akhirnya terjadi di Indonesia. Rakyat mulai
menggunakan reformasi total di semua sektor kehidupan. Berantas KKN pun mulai
dicanangkan. Artinya, era inilah era yang “benar-benar demokrasi”.
Masa Demokrasi Terpimpin yang
dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran Soekarno agar
Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950
adalah UUD 1945. Namun
usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante.
Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan pemungutan
suara yang diikuti oleh seluruh anggota
konstituante . Pemungutan suara ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik
yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut.
Hasil pemungutan suara menunjukan
bahwa :
- 269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945
- 119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945
Melihat dari hasil voting, usulan
untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh
jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3
bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.
Bertolak dari hal tersebut, Presiden
Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit yang disebut Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekrit Presiden 5 Juli
1959 :
- Tidak berlaku kembali UUDS 1950
- Berlakunya kembali UUD 1945
- Dibubarkannya konstituante
- Pembentukan MPRS dan DPAS
Semenjak dikeluarkannya maklumat wakil presiden No. X 3 november 1945, yang menganjurkan pembentukan partai-partai politik, perkembangan demokrasi dalam masa revolusi dan demokrasi pearlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas. Presiden Soekarno ditempatkan sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan ceremonial, sementara kekuasaan pemerintah yang riil dimiliki oleh Perdana Menteri, Kabinet dan, Parlemen. Partai politik memainkan peranan sentral dalam kehidupan politik dan proses pemerintahan. Kompetisi antar kekuatan dan kepentingan politik mengalami masa keleluasaan yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia merdeka. Pergulatan politik ditandai oleh tarik menarik antara partai di dalam lingkaran kekuasaan dengan kekuatan politik di luar lingkungan kekuasaan, pihak kedua mncoba menarik pihak pertama ke luar dari lingkungan kekuasaan.
Kegiatan partisipasi politik di masa ini berjalan dengan hingar bingar, terutama melalui saluran partai politik yang mengakomodasikan ideologi dan nilai primordialisme yang tumbuh di tengah masyarakat, namun hanya melibatkan segelintir elit politik. Dalam masa ini yang dikecewakan dari Soekarno adalah masalah presiden yang hanya sebagai simbolik semata begitu juga peran militer.
Akhirnya massa ini mengalami kehancuran setelah mengalami perpecahan antar elit dan antar partai politik di satu sisi, serta di sisi lain akibat adanya sikap Soekarno dan militer mengenai demokrasi yang dijalankan. Perpecahan antar elit politik ini diperparah dengan konflik tersembunyi antar kekuatan parpol dengan Soekarno dan militer, serta adanya ketidakmampuan setiap kabinet dalam merealisasikan programnya dan mengatasi potensi perpecahan regional ini mengindikasikan krisis integral dan stabilitas yang parah. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Soekarno untuk merealisasikan nasionalis ekonomi, dan diberlakukanya UU Darurat pada tahun 1957, maka sebuah masa demokrasi terpimpin kini telah mulai.
Periode demokrasi terpimpin ini secara dini dimulai dengan terbentuknya Zaken Kabinet pimpinan Ir. Juanda pada 9 April 1957, dan menjadi tegas setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Kekuasaan menjadi tersentral di tangan presiden, dan secra signifikan diimbangi dengan peran PKI dan Angkatan Darat. Kekuatan-kekuatan Suprastruktur dan infrastruktur politik dikendalikan secara hampir penuh oleh presiden. Dengan ambisi yang besar PKI mulai menmperluas kekuatannya sehingga terjadi kudeta oleh PKI yang akhirnya gagal di penghujung September 1965, kemudian mulailah pada massa orde baru.
Dari uraian diatas dapat di simpulkan, antara lain:
- Stabilitas pemerintah dalam 20 tahun bereda dalam kedaan memprihatinkan. Mengalami 25 pergantian kabinet, 20 kali pergantian kekuasaan eksekutif dengan rata-rata satu kali pergantian setiap tahun.
- Stabilitas politik sevara umum memprihatinkan. Ditandai dengan kuantitas konflik politik yang amat tinggi. Konflik yang bersifat ideologis dan primordial dalam masa 20 tahun pasca merdeka.
- Krisis ekonomi. Dalam masa demokrasi parlementer krisis dikarenakan karena kabinet tidak sempat untuk merealisasika program ekonomi karena pergantian kekuasaan yang sering terjadi. Masa demokrasi terpimpin mengalami krisis ekonomi karena kegandrungannya terhadap revolusi serta urusan internasional sehingga kurangnya perhatian disektor ekonomi.
- Perangkat kelembagaan yang memprihatinkan. Ketidaksiapan aparatur pemerintah dalam proses politik menjaadikan birokrasi tidak terurus.
- Perkembangan Demokrasi Masa Revolusi Kemerdekaan.
- Perkembangan demokrasi parlementer (1945-1959)
Demokrasi parlementer gagal karena (1) dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik; (2) basis sosial ekonomi yang masih sangat lemah;(3) persamaan kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan Angkatan Darat, yang sama-sama tidak senang dengan proses politik yang berjalan.
- Perkembangan Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Politik pada masa ini diwarnai oleh tolak ukur yang sangat kuat antara ketiga kekuatan politik yang utama pada waktu itu, yaitu: presiden Soekarno, Partai Komunis Indonesia, dan Angkatan Darat. Karakteristik yang utama dari demokrasi terpimpin adalah: menggabungkan sistem kepartaian, dengan terbentuknya DPR-GR peranan lembaga legislatif dalam sistem politik nasionall menjadi sedemikian lemah, Basic Human Right menjadi sangat lemah, masa demokrasi terpimpin adalah masa puncak dari semnagt anti kebebasan pers, sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Pandangan A. Syafi’i Ma’arif, demokrasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Soekarno seagai “Ayah” dalam famili besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang besar dalam Demokrasi Terpimpin Soekarno adalah adanya pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yaitu absolutisme dan terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin. Selain itu, tidak ada ruang kontrol sosial dan check and balance dari legislatif terhadap eksekutif. (Sunarso, dkk. 2008:132-136)
Perkembangan Demokrasi dalam Pemerintahan Orde Baru
Wajah demokrasi mengalami pasang surut sejalan dengan perkembangan tingkat ekonomi, poltik dan, ideologi sesaat atau temporer. Tahun-tahun awal pemerintahan Orde Baru ditandai oleh adanya kebebasan politik yang besar. Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden ke-2 RI dan menerapkan model Demokrasi yang berbeda lagi, yaitu dinamakan Demokrasi Pancasila (Orba), untuk menegaskan klaim bahwasanya model demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara Pancasila. Dalam masa yang tidak lebih dari tiga tahun ini, kekuasaan seolah-olah akan didistribusikan kepada kekuatan masyarakatan. Oleh karena itu pada kalangan elit perkotaan dan organisasi sosial politik yang siap menyambut pemilu 1971, tumbuh gairah besar untuk berpartisipasi mendukung program-program pembaruan pemerintahan baru.
Perkembangan yang terlihat adalah semakin lebarnya kesenjangan antara kekuasaan negara dengan masyarakat. Negara Orde Baru mewujudkan dirinya sebagai kekuatan yang kuat dan relatif otonom, dan sementara masyarakat semakin teralienasi dari lingkungan kekuasaan danproses formulasi kebijakan. Kedaan ini adalah dampak dari (1) kemenangan mutlak dari kemenangan Golkar dalam pemilu yang memberi legitimasi politik yangkuat kepada negara; (2) dijalankannya regulasi-regulasi politik semacam birokratisasai, depolitisasai, dan institusionalisasi; (3) dipakai pendekatan keamanan; (4) intervensi negara terhadap perekonomian dan pasar yang memberikan keleluasaan kepda negara untuk mengakumulasikan modal dan kekuatan ekonomi; (5) tersedianya sumber biaya pembangunan, baik dari eksploitasi minyak bumi dan gas serta dari komoditas nonmigas dan pajak domestik, mauppun yang berasal dari bantuan luar negeri, dan akhirnya (6) sukses negara orde baru dalam menjalankan kebijakan pemenuhan kebutuhan pokok rakya sehingga menyumbat gejolak masyarakat yang potensinya muncul karena sebab struktural.
Pemberontakan G-30-S/PKI merupaka titik kulminasi dari pertarungan atau tarik tambang politik antara Soekarno, Angkatan Darat, dan Partai Komunisme Indonesia. Ciri-ciri demokrasi pada periode Orde Lama antara lain presiden sangat mendominasi pemerintahan, terbatasnya peran partai politik, berkembangnya pengaruh komunis, dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Menurut M. Rusli Karim, rezim Orde Baru ditandai oleh; dominannya peranan ABRI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik, pembatasan peran dan fungsi partai politik, campur tangan pemerintah dalam persoalan partai politik dan publik, masa mengambang, monolitisasi ideologi negara, dan inkorporasi lembaga nonpemerintah. Beberapa karakteristik pada masa orde baru antara lain: Pertama, rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hamper ridak pernah terjadi. Kedua, rekruitmen politik bersifat tertutup. Ketiga, PemilihanUmum. Keempat, pelaksanaan hak dasar waega Negara. (Rukiyati, dkk. 2008:114-117)
Perkembangan Demokrasi Pada Masa Reformasi (1998 Sampai Dengan Sekarang).
Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto, maka NKRI memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.
Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara, khususnya laginya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan aspek sifat hubungan antar lembaga-lembaga negaranya, dengan sendirinya mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap model demokrasi yang dilaksana-kan dibandingkan dengan model Demokrasi Pancasila di era Orde Baru. Dalam masa pemerintahan Habibie inilah muncul beberapa indicator kedemokrasian di Indonesia. Pertama, diberikannya ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan. Kedua, diberlakunya system multi partai dalam pemilu tahun 1999.
Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformasi ini adalah demokresi Pancasila, tentu saja dengan karakteristik tang berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi perlementer tahun 1950-1959. Pertama, Pemilu yang dilaksanakan (1999-2004) jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya. Kedua, ritasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampi pada tingkat desa. Ketiga, pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka. Keempat, sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan pendapat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar